Selamat Datang

Minggu, 14 Juni 2009

MA’AF ATAU SEKEDAR AF1

Oleh : el-hezhna
Sebuah renungan sebagai intropeksi diri, semoga menjadi lebih baik dalam amal ibadah dakwah yang hanya karena Allah SWT yang merajai segala hati.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman lalu kafir, kemudian beriman lagi, kemudian kafir lagi, lalu bertambah kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka dan tidak pula menunjukka kepada mereka jalan yang lurus.

(QS. An-Nisya: 137)
Kata-kata af1 kerap kita dengar menghiasi bibir ketika hilaf dalam perbuatan atau perkataan dalam pergaulan sehari-hari, bahkan cukup akrab ditelinga dan femiliar mewarnai kelalaian yang entah disengaja atau tidak. Af1 ketiduran, af1 lupa, af1 tidak sengaja, dan segala macam karya af1 af1 yang lain.
Kata af1 ini memang kecil dan teramat sederhana, enteng sekali diucapkan, seenteng dan semudah melalaikan esensinya. Entah disadari atau tidak disadari, difahi ataupun tidak difahami, pelontaran kata af1 ini telah membudaya dalam pergaulan sehari-hari, sebentuk kulturisasi istilah-istilah baru yang disebut bahasa slenk dalam ucapan-ucapan basa-basi atau tegur sapa yang telah mengakar ditengah-tengah remaja atau pemuda dan pemudi masa kini, seperti ucapan “dengkulmu”, “capek dech”, “buseet”, dan lain sebagainya.
Bukan maksut membesar-besarkan permasalahan yang kecil atau biar dibilang keritis, sok pekka pada permasalahan sosial. Bukankah kita terbangun dari permasalahan yang terkecil yang secara berlahan manjadi besar?!. Seperti yang disinyalir oleh Ustadz Agiem Nastiar, dengan rumus tiga M, yaitu; mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai saat sekarang. dan ulama syalaf juga berkata, dosa kecil yang dibiarkan berulang-ulang menumpuk akan menjadi dosa yang besar. Lihatlah sampah di halaman rumah yang dibiarkan kian hari kian bertambah, menumpuk kian banyak, jadilah ia unggukan sampah yang membukit, susah dibendung karena dibiarkan berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Begitulah hati yang merajai jasmani dan rohani bila dibiarkan dan dibiasakan dengan kelalaian-kelalaian yang kecil, dari satu kelalian yang bersifat horisontal hingga beralih kepada kelalaian yang bersifat fertikal, setitik demi setiti lama kelamaan hati menjadi kelam hingga diri menjadi buta pada kesalahannya sendiri karena diri telah kebal dan hati telah kelam.
Kulturisasi af1 adalah penyederhanaan masalah yang kurang baik untuk digandrungi dan dibudayakan pada kader, apalagi jika tidak dibarengi dengan pemahaman yang mendasar dan mengakar secara ilmiah. Sehingga akan selalu diulang dan diulangi dalam banyak kesempatan dan pergaulan.
Af1 adalah kata yang berasal dari bahasa arab,yaitu ‘afwan shigot atau bentuk isim masdar, dari akar kata ‘afaa, ya’fuu, ‘afwan. yang berarti permohonan ma’af. Satu akar makna dengan kata istagfara, yastagfiru, yanitu kata yang digunakan untuk meminta ma’af atau maminta ampun ketika sadar telah melakukan suatu kesalahan. perbedaan dari keduanya adalah kata istigfar lebih digunakan kapada Allah SWT untuk bertobat. Akan tetapi nilai subtabsi yang terkandung didalamnya sama, yaitu: kesadaran peda kesalahan yang telah dilakukan sehingga harus bertaubat dengan sungguh-sungguh dan berhati-hati untuk tudak mengulanginya kembali (ath-thaubah an-nasuha).
Terkadang kata afwan juga diartikan sehat artinya; bersih dari segala penyakit. dalam hal ini sebenarnya antara meminta ma’af dan meminta kesehatan secara termenologi bahasa adalah sama, artinya sama-sama mengandung makna lepas dari segala hal yang telah mengotori jasmani dan rohani. Seperti dalam salah satu do’a dalam sholat ketika duduk diantara dua sujud yaiti; “rabbigfirli……..wa‘aafini..….”. Adapun ketepatan maknanya secara etimologi, tergantung pada konteks kalimat apa dan bagaimana kata afwan itu diletakkan.
Setelah dapat memahami esensi afwan, maka sebisa mumngkin untuk tidak meremehkan dalam mengucapkannya. Satu af1, dua af1, tiga af1, memang wajar untuk ditolerir, sebagai manusia yang tak lepas dari salah dan lupa, dan syari’at juga membatasinya seperti itu. tapi bila terlalu sering apakah itu masih dalam katagori kelalian yang patut ditolerir?!. “Cukup satu kali kehilangan tongkat jangan sampai terulang keduakali”, kata Bang Roma, dalam penggalan sair salah atu albumnya..:-).
Kalo dicermati secara seksama, konsekwensi af1 ini dalam kinerja dakwah secara kolektif cukup berpengaruh karena dakwah adalah amal jama’i yang bersifat syumuli. Syumuliatul amal jama’iyah yang dimaksut adalah perpaduan kerja hati dan fikiran yang menggerakkan jasmani dan rohani. Sehingga ketika ada kesalahan yang mengakibatkan kegagalan, rasionalisasinya kembali pada diri sendiri bukan kepada orang lain dan sandarannya adalah Allah SWT. Maka intropeksinya juga benar-benar bersifat nafsiah secara kolektif yang dilatar belakangi oleh kesadaran tarbawi yang hakiki.
Bila demikian yang terjadi, yakinlah segala amanah da’wah akan dikerjakan dengan senang hati dan terselesaikan dengan baik. Kerena dikerjakan dengan semangat Al-fahmu yang mendasar dan mengakar , sebagai frem afiliasi yang kokoh. Setelah itu tidak akan ada lagi kata-kata af1 imitasi yang diumbar tampa risih. Itulah sebabnya Allah SWT berfirman dalam Al-qur’an: “falamma balaga asyiddahu atainahu ‘ilman wa hikman”.
Allu a’lam bissawaf.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008