Selamat Datang

Minggu, 14 Juni 2009

MENGAIS KESADARAN DI BALIK HIKMAH KISAH KELASIK BERNAMA “PERBEDAAN”

Sebuah gugahan yang kian terenungkan dipenghujung kata yang tak terbantahkan
Oleh : Usman Adhim*

Kisah ini adalah cerita salah seorang salaf, namanya Syeh Mulla Nasruddin. Perkerjaan sehari-hari beliau adalah berdakwah dari masjid ke masjid, mimbar ke mimbar. kemudian dalam satu minggu terakhir isi ceramah beliau mengkeritik para ilmuan, para ‘ulama, pemerintah dan tokoh-tokoh ilmuan lainnya di kota dan Negaranya itu.

Para ilmuan, ‘ulama dan tokoh-tokoh tadi tentu gelisah dan geram mendengarnya dan sudah tidak tahan lagi mendengar keritikan dari Mulla Nasruddin, kemudian mereka melaporkan dan memperkarakannya kepada raja. Dipanggillah Mulla Nasruddin ke istana raja dan diadili. desitu juga ada sekian para ‘ulama dan tokoh-tokoh ilmuan tadi.

Kemudian raja bertanya kepada Mulla Nasruddin, wahai Mulla Nasruddin, kamu sudah tau kenapa kamu dipanggil dan dihadirkan diruangan pengadilan ini?, ya wahai raja, kata Mulla Nasruddin. Kemudian apa yang akan kamu sampaikan sebelum kamu dihukum?. Mulla Nasruddin berkata, wahai raja sebelum baginda menghkum saya kabulkanlah permintaan saya, baiklah apa permintaanmu wahai Mulla Nasruddin?, Aku meminta untuk debirikan satu makanan yaitu keju. Kemidian raja memerintahkan seorang perajurit untuk mengambil keju dan diberikan kepada Mulla Nasruddin.

Keju telah ditangan Mulla Nastuddin, kemudian dia meminta satu permohonan kepada raja untuk mengajukan satu pertanyaan kepada semua ulama dan ilmuan yang ada di pengadilan itu. Permintaan beliau kemuian dikabulkan, kemudian Mulla Nasruddin bertanya kepada para ulama dan para ilmuan yang menuntutnya itu.

Mulla Nasruddin : wahai para ulama dan ilmuan yang saya hormati, tolong beri komentar tentang apa yang kalian ketahiu mengenai keju!!
Ulama : keju adalah diantara sekian makanan yang diturunkan Allah yang dihalalkan Nya.

Ilmuan : keju adalah sajian istana, makanan yang berkelas yang bergiji
Ulama : keju adalah makanan yang halalan thoyyiban
Ilmuan : Keju adalah makanan yang didalamnya mengadung susu.

Begitu seturusnya, para ulama dan ilmuan memberi komentar dan keterangan yang berbeda dengan ulama dan ilmuan yang lainnya tentang “keju”.

Lalu Mulla Nasyruddin berkata pada raja “wahai raja, bagaaimana mungkin saya difonis bersalah dan mendapat hukuman, sementara masalah “keju” saja para ulama dan ilmuan yang ada didisini yang menuntut saya pada raja, mereka berbeda pendapat?!”
Sekarang tolong raja fikirkan dan pertimbangkan kembali, tegas Mulla Nasruddin meminta kebijaksanaan pada raja.

Rajapun tertegun melihat pemaparan Mulla Nasyruddin, dan akhirnya membebaskannya dari tuntutan para ulama dan ilmuan tadi.

Begitu dalam hikmah untuk dijadikan pelajaran hidup dalam kisah sederhana Mulla Nasruddin ini, sehingga rasanya terlalu naif memperbesar permasalahan perbedaan. Masalah dan sekaligus penyakit kelasik ini sungguh tidak pernah bosan didebattebelkan, bukankah ”likulli ro’sin fiqrin” kata ulama kita dahulu.

Tidak ada keresahan rasanya, bila instrument-instrumen kebangkitan islam yang kini mulai terasa kembali gereget perjuangannya, setelah sekian lama terabaikan delelah lena alpa buta, bila dicegal dan dimusuhi oleh orang-orang diluar islam, yang selalu mengintai dan melakukan berbagai konspirasi terhadap upaya-upaya perubahan yang dilakukan Ummat Islam.karena itu adalah hal yang lumrah, sesuai dengan sunnah pertarungan antara yang haq dan yang batil, yang telah ditetapkan Allah dalam kehidupan ini, seperti yang terkandung dalam firman-Nya, surah Al-Baqarah ayat 217 dan surah Al-Furqan ayat 31 itu.

Tapi sebuah ironisme telah terjadi, melahirkan keresahan dan kesedihan yang mendalam, ketika justru yang mencegal dan memusuhi sebuah gerakan kebangkitan Islam itu adalah dari tubuh Ummat Islam itu sendiri, dengan berbagai macam asumsi-asumsi yang cenderung menyalahkan dan menganggap diri merasa benar sendiri, entah, kenapa dan karena apa satu gerakan Islam meluncurkan makar terhadap satu gerakan Islam lainnya.

Merupakan suatu hal yang lumrah bila dalam tubuh kebangkitan Islam terdapat berbagai madrasah, kelompok atau jamaah yang masing-masing memiliki manhaj tersendiri dalam berjuang menegakkan syariat Islam di permukaan bumi, sesuai dengan peta gerakan, tahapan-tahapan politik dan sekala prioritasnya secara orientatif.
Perbedaan ini adalah sebuah rahmat yang menengahi sunnatullah dengan segala macam dan ragam penciptaannya, karena suatu hal yang mustahil untuk menyerukan dan memaksakan kepada satu jamaah dan gerakan yang akan menghimpun semua aktivis Islam dalam satu sisitem dan di bawah satu pimpinan. Terlalu banyak kendala yang merintanginya disamping ambisi prakmatis yang memang tidak pada tempatnya.

Karena perbedaan ini sebuah keniscayaan, maka yang diharapkan adalah perbedan yang sifatnya fariatif bukan perbedaan yang menyudutkan pada garis-garis tajam kontaradiktif. Sehingga akan terjadi tempo seriro kata orang jawa, saling menyempurnakan dan saling menguatkan. Oleh karena itu kebangkitan Islam dan gerakan Islam dengan segal kecendrungannya dan jamaahnya sangat memerlukan kesadaran yang mendalam terhadap froblem klasik yang bernama “perbedaan” ini, karena sesungguhnya, sekali lagi “likulli ro’sin fiqrin”.

*generasi HIMAS yang berdomisili di Malang, kota bunga yang elok.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir - 2008